Sejarah Satpol PP, Pemadam Kebakaran dan Linmas
Sejarah Satpol PP
Satuan Polisi Pamong Praja yang dahulu kala dikenal dengan sebutan Bailluw adalah sebuah organisasi yang sangat erat dengan masyarakat, karena fungsi utamanya adalah menjaga ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, telah mengalami beberapa kali perubahan nama sesuai dengan perkembangannya. Polisi Pamong Praja pertama kali dibentuk di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama Detasemen Polisi Penjaga Kapanewon. namun demikian tidak sampai sebulan berdasarkan Perintah Jawatan Praja Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1948 tanggal 10 Nopember 1948, nama Detasemen Polisi Penjaga Kapanewon dirubah menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja. Seiring dengan berjalannya waktu, bila ditelaah dari sisi kependudukan, maka masyarakat dalam suatu wilayah selalu tumbuh dan berkembang. Hal ini mengakibatkan perlu adanya pengaturan yang lebih baik dari sisi pemerintah untuk dapat mengantisipasi segala macam tantangan yang bermuara pada terancamnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di wilayah kerjanya. Berdasarkan hal tersebut, Menteri Dalam Negeri pada tanggal 3 Maret 1950 mengeluarkan Surat Keputusan Nomor UR 32/2/21 tentang Perubahan Nama Detasemen Polisi Pamong Praja Menjadi Satuan Polisi Pamong Praja. Surat Keputusan tersebut menjadi dasar peringatan Hari Jadi Satuan Polisi Pamong Praja yang diperingati setiap tanggal 3 Maret. Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 13 yang menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah/provinsi diantaranya adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat termasuk di dalamnya perlindungan masyarakat, dan pasal 148 yang menyatakan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan sebagai perangkat daerah, maka Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat dijadikan landasan yang kuat bagi eksistensi keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja dan Satuan Perlindungan Masyarakat.
Sejarah Pemadam Kebakaran
Menurut buku “DARI BRANDWEER BATAVIA KE DINAS KEBAKARAN DKI JAKARTA” Urusan pemadam kebakaran di ibukota Jakarta mulai diorganisir pada tahun 1873 oleh pemerintah Belanda. Urusan pemadam kebakaran ini secara hukum dibentuk oleh Resident of Batavia (Penduduk Batavia) melalui ketentuan yang disebut sebagai; “Regiement of de Brandweer in de Afdeeling Stad Vorsteden Van Batavia” (Peraturan tentang pemadam kebakaran kota Batavia) Suatu kejadian penting yang patut dicatat adalah kejadian kebakaran besar dikampung Kramat-Kwitang, Kebakaran tersebut tidak dapat teratasi oleh pemerintah kota pada saat itu. Peristiwa itu mendorong pemerintah atau Gemeente of de Brandweer (Pemadam Kebakaran), pada tanggal 25 Januari 1915 mengeluarkan “Regiement of de Brandweer (peraturan tentang Pemadam Kebakaran), namun tak lama kemudian, yakni pada tanggal 4 Oktober 1917, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yakni melalui ketentuan yang disebut staadsblad 1918 No. 602”. Suatu kejadian penting yang patut selalu diingat adalah peristiwa diberikannya suatu tanda penghargaan kepada Brandweer Batavia oleh mereka yang mengatasnamakan kelompok orang betawi. Tanda penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk “Prasasti” pada tanggal 1 Maret 1929, bertuliskan “Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919 -1929”. Tanda penghargaan tersebut diberikan masyarakat betawi pada waktu itu, adalah sebagai wujud rasa terimakasih mereka atas darma bakti para petugas pemadam kebakaran. Pencantuman angka 1919-1929 pada prasasti tersebut dan menunjukan pada paragraf kedua, pada baris pertama dan kedua dianggar sebagai bukti otentik, maka kemudian tanggal 1 Maret 1919 ditetapkan sebagai tahun berdirinya organisasi Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, maka pada tahun 1919 walikota Batavia waktu itu mulai mereorganisir kegiatan pemadam kebakaran, yang ditandai dengan didirikannya kantor Brandweer Batavia di daerah Gambir. Perubahan berikutnya terjadi pada tanggal 31 Juli 1922 melalui ketentuan yang disebut “Bataviasch Brandweer Regiement” (Unsur Bataviasch Pengendalian Kebakaran), dan kemudian diikuti oleh perubahan berikutnya, yakni setelah masa pemerintahan Jepang, perubahan itu tercatat pada tanggal 20 April 1943 melalui ketentuan yang dikenal dengan “Osamu seirei” tentang “Syoobootai” (pemadam kebakaran). Salah satu kesepakatan rakornas pada tahun 2008, yang dihadiri oleh para Kepala Damkar, disepakati bahwa tanggal 1 Maret sebagai hari lahirnya Pemadam Kebakaranyang diperingati setiap tahun secara nasional dan di masing-masing daerah. Pada tanggal 1 Maret diperingati Hari Pemadam Kebakaran Nasional Ke 98 Bertempat di Lapangan Silang Monas Provinsi DKI Jakarta.
Sejarah Linmas
Cikal bakal satuan Pertahanan Sipil (Hansip) ini telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Hansip yang kini berubah menjadi Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) memiliki peranan yang cukup penting dalam keamanan di lingkungan masyarakat. Pertahanan Sipil (Hansip) ternyata memiliki perjalanan cukup panjang. Organisasi Hansip pada awalnya dibentuk sejak pemerintahan Hindia Belanda untuk menghadapi serangan dari Jepang sekitar tahun 1939. Kala itu Pemerintah Belanda membentuk suatu organisasi yang bertugas untuk melindungi masyarakat dari serangan udara musuh yakni satuan Lucht Bescherming Deints (LBD). Selain itu satuan LBD memiliki tugas sebagai pemadam kebakaran, penyamaran, pertolongan pertama penderita kecelakaan, pengungsian dan tugas lain yang berkaitan dengan keselamatan masyarakat. Setelah jaman kependudukan Jepang, Pemerintah Jepang membentuk organisasi semacam LBD yang disebut dengan Pertahanan Sipil pada tahun 1943 yang pada waktu itu diarahkan kepada pertahanan dan untuk pengerahan rakyat total. Di samping itu juga dibebani penjagaan keamanan, pengumpulan dana, pengaturan distribusi bahan makanan dan sebagainya. Pertahanan Sipil dibentuk dari tingkat pusat sampai tingkat daerah yang dikoordinir oleh pejabat-pejabat pemerintahan sipil. Bahkan pada zaman kependudukan Jepang, organisasi ini dibentuk sampai lingkungan masyarakat terkecil dalam bentuk Gumi atau RT sebutan saat ini. Setelah jaman kemerdekaan, organisasi Hansip, pertama kali diatur oleh keputusan wakil menteri pertama urusan Pertahanan/Keamanan Nomor MI/A/72/62 pada tanggal 19 April 1962 tentang Peraturan Pertahanan Sipil. Sekarang tanggal tersebut diperingati sebagai hari ulang tahun Hansip di Indonesia. Namun pada tanggal 12 Agustus 1972 keluar Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1972 tentang penyempurnaan organisasi Hansip, bahwa perlindungan masyarakat merupakan fungsi utama dari Hansip yakni mengorganisir rakyat dan membentuk satuan-satuan perlindungan masyarakat (linmas) untuk menanggulangi atau mengurangi serangan dari musuh serta bencana alam. Pada tanggal yang sama juga, organisasi Hansip yang pada awalnya dibina oleh Departemen Pertahanan Keamanan diserahkan kepada Departemen Dalam Negeri. Seiring perkembangan ketatanegaraan Indonesia serta pertumbuhan angkatan bersenjata, maka pada tanggal 19 September 1982 lahir Undang-undang nomor 20 tahun 1982 tentang ketentuan pokok Pertahanan Negara. Ketika Hansip masuk dalam pembinaan Kemendagri dan dengan adanya UU nomor 20 tahun 1982 menjadikan posisi dan tugas pokok Hansip untuk melaksanakan fungsi perlindungan serta pengamanan masyarakat seperti penanggulangan akibat bencana perang dan bencana alam. Hansip ini tidak pernah menjalani latsarmil (latihan dasar militer). Pada tahun 2002, Hansip kemudian berubah nama menjadi Linmas (Perlindungan Masyarakat) Kendati diubah dari Hansip menjadi Satlinmas tetap tidak mengubah fungsi dan tugas pokok untuk membantu dalam penanggulangan bencana, membantu keamanan, ketentraman, ketertiban masyarakat, membantu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, membantu keamanan dalam penyelenggaraan pemilu dan membantu upaya pertahanan. Sejak tahun 2004 Pembinaan terhadap Linmas dilaksanakan oleh Pemda di bawah Satuan Polisi Pamong Praja. Ini sesuai dengan isi dari UU 32 Tahun 2004 yang menyatakan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemda Provinsi, Kabupaten/Kota, meliputi penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat termasuk di dalamnya perlindungan masyarakat.